Jumat, 20 Mei 2011

Antropologi Era Kolonialisme




Banyak tulisan-tulisan penting tentang masyarakat dan kebudayaan hasil perjalanan oleh orang-orang Eropa menemukan dunia baru yang mana dari tulisan-tulisan tersebut banyak berpengaruh terhadap timbulnya ilmu antropologi. Tulisan-tulisan tersebut dibuat oleh orang Eropa pada akhir abad XV dan XVI, mereka mulai mengadakan perjalanan ke Afrika, Asia, Oceania dan Amerika yang dilakukan oleh para musafir, pelaut, penyiar agama Nasrani dan laporan-laporan dari para pegawai pemerintahan bangsa Eropa yang bertugas di daerah-daerah jajahan. Dalam abad inilah timbul karangan-karangan yang menyusun bahan etnografi (gambaran tentang bangsa-bangsa di suatu tempat) berdasarkan pola pikir evolusi masyarakat. Mereka menganggap bahwa masyarakat dan kebudayaan berubah secara lambat dalam waktu yang cukup lama. Antropologi fase ini mempelajari masyarakat dan kebudayaan yang primitif dengan tujuan mendapatkan suatu gambaran mengenai sejarah evolusi serta penyebaran kebudayaan manusia.

Kemudian pada fase yang ketiga dipermulaan abad ke XX, negara-negara Eropa sudah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia. Negara penjajah di Eropa berhasil mencapai kekuasaannya di daerah jajahan di luar Eropa. Kedudukan ilmu antropologi pun pada fase ini menjadi penting, yaitu mengetahui latar belakang kehidupan dan kebudayaan masyarakat pribumi. Dari sinilah didapat suatu cara untuk menguasai serta mempengaruhi penduduk atau masyarakat pribumi. Dari sini pulalah antropologi menjadi ilmu yang praktis, artinya mempelajari masyarakat dan kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa untuk kepentingan menjajah dan menperoleh suatu pengertian masyarakat masa kini yang kompleks.

Kemudian pada fase keempat, yaitu kira-kira sesudah tahun 1930 an, dalam fase ini mengalami perubahan yang besar. Bangsa-bangsa pribumi yang dijajah tadi sudah banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan barat atau Eropa yang mengakibatkan kebudayaan asli sudah mulai luntur bahkan hilang, dan selain itu akibat perang dunia kedua yang mana sesudah ini muncul kebencian terhadap negara yang menjajah, yang tadinya bangsa primitif sudah mulai terpengaruh oleh budaya Eropa. Antropologi dalam perkembangannya lebih memperhatikan suku-suku yang hidup di perdesaan di wilayah Eropa sendiri (fase-fase perkembangan antropologi menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat).

Tulisan tentang masyarakat dan kebudayaan bangsa Indonesia banyak sekali ditulis oleh para pegawai dari negara yang menjajah Indonesia seperti halnya Belanda dan Inggris. Penelitian dan pengamatan antropologi di Indonesia telah ada sejak masa penjajahan atau era kolonialisme. Pada abad ke XIX, T.J. Willer, pegawai pemerintahan dari Belanda menulis tentang masyarakat di Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat dan Maluku. Pada waktu Bengkulu dijajah Inggris, kepala pemerintahannya, W. Marsden (1783), menulis tentang suku yang ada di Indonesia, yaitu Minang Kabau, Rejang dan Lampung.

Masih ingatkah dengan C. Snouck Hurgronje, seorang ilmuan berkebangsaan Belanda yang memberikan gambaran tentang Aceh. Dia meneliti tentang kehidupan masyarakat Aceh. Penelitian ini bermaksud untuk mengungkapkan rahasia semangat juang masyarakat Aceh. Snouck sejak 1889 meneliti pranata islam di masyarakat pribumi hindia belanda khususnya aceh. Ia mempelajari politik kolonial untuk memenangi pertempuran belanda di aceh. Bagi pemerintahan belanda dia dianggap peneliti yang sukses akan tetapi bagi rakyat Aceh, Snouck adalah seorang penghianat.

Snouck merupakan penggalan cerita dari perkembangan antropologi di masa lampau saat bangsa Eropa mulai membangun kolonial di benua Asia, yang banyak mendapat tantangan dan pemberontakan. Dengan menghadapi masalah ini, pemerintahan kolonial berusaha mencari kelemahan suku-suku asli atau pribumi serta menaklukannya. Dengan mencari bahan-bahan etnografi tadi tentang suku-suku bangsa di luar Eropa mereka mempelajari kebudayaan-kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat jajahannya untuk kepentingan kolonisasi.

Asal-usul antropologi, baik di barat maupun di Indonesia saling berkaitan erat terhadap sejarah kolonialisme, dapat kita lihat dari tulisan-tulisan yang mereka buat. Para pegawai kolonial jaman dulu wajib menulis laporan karakter masyarakat dan daerah yang mereka ambil sumber daya alamnya di daerah jajahan Belanda, yang mana dari catatan-catatan itu diberi nama etnologi, sebuah penggambaran watak khas masyarakat. Antropologi timbul dari adanya rasa ingin tahu dari manusia terhadap manusia lain. Rasa ingin tahu itulah yang mendorong manusia mengadakan perjalanan ke daerah lain. 

Perjalanan yang dilakukan oleh bangsa Eropa itupun dilakukan dengan tujuan bermacam-macam, ada yang menyebarkan agama, ada yang betul-betul ingin tahu akan daerah sekitarnya, dan ada juga yang mencari daerah jajahan. Yang terakhir inilah yang telah terjadi pada fase ketiga, dimana penjajahan pada bangsa-bangsa Asia dan Afrika mencapai puncaknya oleh bangsa Eropa. Mereka berlomba-lomba untuk memperluas daerah jajahannya, termasuk belanda yang saat itu menjajah Indonesia. perlombaan memperluas wilayah jajahan tersebut itulah yang kita kenal dengan masa kolonialisme.

Antroplogi dimanfaatkan untuk menganalisis masyarakat dan kebudayaan bangsa-bangsa yang terjajah, fungsi antropologi menjadi keperluan yang praktis artinya suatu usaha pembangunan masyarakat suku-suku bangsa yang berada di luar Eropa demi kepentingan kolonial. Antropologi menjadi sebuah metode penjajahan yang baru secara halus, yaitu dengan mempelajari watak-watak serta kebudayaan masyarakat yang dijajah.

Demikianlah antropologi yang terjadi pada masa era kolonialisme, dimana antropologi digunakan sebagai alat atau metode yang halus untuk mempelajari watak, kebiasaan maupun kebudayaan masyarakat pribumi oleh bangsa eropa demi kepentingan kolonisasi.


SUMBER : http://www.kaskus.us/showthread.php?p=33556539#post33556539

Tidak ada komentar:

Posting Komentar